![]() |
Nyicipin Perawan Sepupu |
HALOQQ.COM-Waktu itu pada tahun 2006, bulan Maret, aku baru saja pulang
dari KKN di desa, di daerah Kabupaten Blora (sekarang masuk Kabupaten Cepu), 2
hari setelah sampai di rumah, ada telepon dari salah satu sepupuku, katanya dia
sedang Study Tour ke kotaku.
Sepupuku ini masih sekolah di SMUK di daerah Madiun,
sebenarnya aku belum pernah bertemu langsung dengan dia, jangan heran ya, sebab
dia sepupu jauh sekali.
Sepupuku ini baru sempat bertemu dengan orang tuaku dan
kakakku saja sewaktu mereka pergi ke rumah sepupuku di Jawa Timur.
Nah, ketika dia Study Tour ke kotaku, dia ingin mampir dan
menginap di rumahku, terus dia minta dijemput di depan salah satu bank di dekat
Jalan yang jadi ciri khasnya kotaku.
Maka, aku bersama kakakku menjemput dia.
Sekitar jam 4:25 sore, aku sampai di depan bank tersebut.
Mobil kuparkir, lalu aku bersama kakakku sambil membawa dua
payung menghampiri bus-bus yang diparkir di depan bank, agak lama juga aku
mencari sepupuku ini, maklum aku belum pernah bertemu dia dan kakakku sendiri
sedikit lupa dengan wajahnya.
Setelah kurang lebih 15 menit, akhirnya bertemu juga.
Kemudian kami pulang ke rumahku, dia tampak senang sekali bisa bertemu
denganku.
Mula-mulanya dia berencana mau menginap 1 hari tetapi
kemudian berubah menjadi 2 hari.
Sepupuku ini tidak punya saudara laki-laki, jadi ketika kami
bertemu, dia sangat senang sekali dan menganggap aku seperti kakak kandungnya
sendiri.
Selama dia menginap di rumah, dia selalu ingin dekat
denganku terus, Aku menganggap biasa-biasa saja dan tidak ada pikiran lain.
Ketika dia mau pulang, dia mau pulang sendirian, orang tuaku sepertinya tidak sampai hati melepas dia pulang sendirian, akhirnya aku disuruh mengantar dia pulang ke Jawa Timur, padahal waktu itu aku sedang berobat jalan karena aku mengidap alergi Debu. Aku harus datang ke dokter setiap hari Selasa dan Jum’at buat disuntik.
Tetapi, menurutku tidak apa-apa karena kupikir nanti jika
sudah sampai di sana, aku langsung pulang saja pikirku.
Jadilah aku mengantar dia pulang ke Jawa Timur.
O.. iya, sebelum terlalu jauh aku bercerita, kuperkenalkan
dahulu diriku, namaku Walmer dan nama sepupuku Kiki.
Di jalan kami bercerita tentang daerah asalnya yang ternyata
ada di kawasan pantai utara Jawa Timur.
Kami mampir ke Madiun dulu, karena katanya dia mau mengambil
baju-bajunya yang mau dibawa sekalian dicuci di rumah.
Sampai di Madiun, kira-kira pukul 6 sore, kami menuju tempat
kosnya yang sederhana di komplek Akabri.
Setelah selesai dengan urusan di Madiun, kami langsung pergi
lagi meneruskan perjalanan.
Di perjalanan, aku bertanya dengan dia,
“Eh, Ki dari sini sampai ke kotamu berapa lama sih?”
tanyaku.
“Ya…mungkin kira-kira 8 jam Mas” katanya.
Dalam hati aku berpikir, “Wah, bakalan capek di jalan nih kampret…”
Waktu berlalu, kira-kira pukul 9 malam, kami masih ada di
dalam bus jurusan ke kotanya.
Malam itu kurasakan sangat dingin, apalagi ditambah tiupan
angin yang sangat kencang.
Di dalam bus yang lumayan penuh itu, aku duduk di kursi
kedua dari belakang sejajar dengan Kiki. Pintu bis yang ada di sebelah kananku
ternyata tidak bisa ditutup, karena kuncinya rusak kata kernetnya.
Kiki yang merasa kedinginan terkena tiupan angin, bingung
mau bagaimana sebab dia tidak membawa jaket atau sweater buat penghangat,
sedangkan aku sendiri tidak masalah.
Kemudian kutawarkan dia untuk pindah tempat duduk di sebelah
kananku, yah.. lumayan dia terlindung dari angin oleh badanku.
Sekitar 10 menit setelah itu, dia bilang katanya dia merasa
mengantuk, aku tawarkan dia untuk tidur saja di pangkuanku.
Dia mau dan langsung dia rebahkan kepalanya di pahaku, waktu
itu aku sebenarnya agak kawatir dengan penumpang lainnya.
Jangan-jangan ada yang berpikiran macam-macam tentang kami,
meskipun begitu aku akhirnya memutuskan untuk santai saja.
Si Kiki dengan cepat tertidur dengan pulasnya, tanganku
kutaruh di atas punggungnya biar dia merasa lebih hangat.
Tawaranku untuk tidur di pahaku ternyata berbekas sekali di
hati sepupuku ini, sepertinya dia merasa ada sesuatu yang lain yang
dirasakannya setelah dia merebahkan kepalanya di pahaku.
Mungkin karena dia masih anak SMU yang belum pernah
merasakan kasih sayang dari seorang cowok, tetapi kok ya kebetulan justru
dengan kakak sepupunya sendiri.
Tidak terasa, bus telah memasuki terminal di kotanya.
Waktu itu jam 2:30 pagi. Kami langsung mencari becak untuk
pulang ke rumahnya. Sampai di rumahnya yang sederhana (bapaknya bekerja sebagai
sipir penjara dan ibunya guru SD), aku langsung disambut oleh Omku.
Kami berbincang-bincang sejenak sambil nonton TV. Tidak lama
kemudian, Omku minta diri untuk tidur, Aku mempersilakan Omku untuk tidur
Aku sendirian yang belum merasa mengantuk dan meneruskan
melihat TV. Si Kiki sendiri ada di kamarnya sedang bicara dengan adiknya.
Kira-kira 5 menit kemudian, kudengar ada orang datang masuk
ke ruang TV dimana aku berada, yang Ternyata Kiki.
Aku bertanya pada dia, “Lho.. Ki, kamu belum tidur? Kan udah
malem, bahkan pagi nih!”
“Lah.. mas sendiri gimana? Kok ngga tidur juga?” dia balik
bertanya.
“Mas kan udah biasa melek sampai pagi, lagian acaranya bagus
nih.”
“Iya deh… tapi Kiki boleh nemenin Mas ngga?”
“Boleh aja, asal bikinin Mas Teh Hangat dong…”
“Ih.. Mas curang.. Oke deh kiki buatin.”
Kemudian dia beranjak pergi ke dapur untuk membuatkan Teh
Hangat untukku. Sewaktu dia jalan ke dapur, dia melewati ruangan makan yang
gelap, sedangkan ruang dapurnya sendiri dibiarkan terang, sebab Omku orangnya
suka makan, jadi kalau malam dia sering ke dapur untuk cari makanan.
Sewaktu dia melewati kamar makan yang kebetulan bisa
terlihat dari tempat dudukku, aku agak kaget karena kulihat dasternya kelihatan
menerawang terkena cahaya dari dapur.
Si Kiki ini sebenarnya tidak hanya manis tetapi juga cantik,
tubuhnya agak gemuk, tinggi sekitar 158 cm, ukuran dadanya berapa ya? Tidak
tahu.
Kulitnya sawo matang dan yang paling menarik adalah matanya
yang khas cewek Jawa, tidak besar juga tidak kecil.
Sekilas kulihat bentuk tubuhnya sewaktu dia melewati ruang
makan, jantungku merasa agak berdebar karena aku kan laki-laki, jadi lihat yang
seperti itu kan, ya gimana gitu.
Selesai dia membuat Teh Hangat, segera dia menuju ke arahku,
terus dia bergabung nonton TV.
Sejenak aku lupa akan kejadian yang mendebarkan tadi
(menurutku lumayan mendebar kan lho).
Kami berbincang-bincang sambil menonton TV.
Tiba-tiba dia nyeletuk,
“Mas.. tadi enak lho tiduran di pangkuannya Mas..”
“Kenapa emangnya? Mau lagi ya, sini deket-deket Mas..?”
kataku.
“Oke deh!”
Kemudian dia mendekat ke arahku dan merebahkan kepalanya di
pahaku lagi.
Nah, sekarang aku mulai berpikiran macam-macam nih, karena
kan dia hanya memakai daster dan di dalam dasternya hanya ada CD dan BH saja.
Mau tidak mau batangku mulai bereaksi pelan-pelan, tetapi
dia tidak tahu. Masih sekitar 10 menit kami berbincang-bincang, tanganku
kutaruh di atas pinggulnya, dan kurasa dia tidak keberatan.
Lama-lama sepertinya dia mengantuk dan mulai sembarangan
kalau menjawab pertanyaan atau komentarku.
“Ki.. geser dikit dong, soalnya pahaku kesemutan nih!
Sebentar, ganti pake bantal aja yah…?”
Kemudian kuangkat kepalanya, kupindahkan dia ke bantal yang
ada di sofa, sedangkan kakinya kuangkat ke atas pahaku.
Singkat cerita, dia sudah tertidur dengan pulas.
Pikiranku mulai keluar pikiran iseng, tanganku aku rabakan
di kakinya.
Sambil pura-pura memijat, dari bawah pelan-pelan naik ke
atas, terus turun lagi, naik lagi…
lama-lama aku memijatnya terlalu naik sampai hampir
menyentuh pangkal pahanya. Rupanya dia terbangun.
“Ngapain Mas..?”
“Eh.. ngga kok cuman mijitin, kan kamu capek barusan abis
naik bis jarak jauh?”
Nah, aku teruskan kembali memijatnya, tetapi kali ini
mijatnya lain, aku kan sedikit-sedikit pernah baca tentang pijatan erotis, maka
aku mencoba untuk mempraktekkannya sekarang.
Pertama kuletakkan tanganku di telapak kakinya, terus kucari
simpul yang bisa membangkitkan gairah seksnya.
“Nah, ketemu nih…” batinku.
Pelan-pelan kupijat bagian itu sambil tanganku yang satunya
juga memijat-mijat paha kanannya.
“Mmm.., boleh juga.. tapi mijitnya jangan keras-keras ya
Mas…”
“Oke Ki..”
Setengah sadar dia bertanya,
“Mas, kok enak banget sih pijitannya?”
“Tenang aja deh, yang ini belum apa-apa, entar ada yang
lebih hebat.” jawabku.
Lama kelamaan dia jadi tidak merasa ngantuk, tetapi menikmati
pijatan-pijatan tanganku sambil mengeluarkan suara lenguhan yang sangat
merangsang,
“Nngggh… ngghh… enak loh Mas… agak naik dikit Mas.. yang ini
lho di atas dengkul…, ya.. di situ… terus.. terus..”
Aku tahu dia tidak sadar kalau sedang aku kerjain.
Lama-lama kulihat dia sepertinya mau bangkit dari tidurnya.
Kemudian waktu kubiarkan, ternyata dia tiba-tiba memelukku
dan berusaha mencium bibirku.
Aku sendiri menyambut ciumannya dengan bersemangat.
“Wah, lha ini nih yang kunanti,” batinku.
Ciumannya lumayan dahsyat, sampai lidahnya masuk ke mulutku
seperti ular. Lidahku sendiri jadi tidak mau kalah menyambut lidahnya yang
masuk ke mulutku (heran juga anak ini kok bisa senekat ini pikirku).
Dan ternyata, kok luar biasa ciummannya untuk ukuran anak SMU
yang belum pernah pacaran, tangannya melingkar di punggungku dan berusaha masuk
ke dalam t-shirtku.
Gerakan tubuhnya terlihat sekali terbakar oleh rangsangan
yang kuberikan melalui pijatan tadi, tubuhnya naik turun sambil sesekali
bergoyang ke kiri dan ke kanan.
Lama-lama daster yang dia kenakan tertarik ke atas oleh
karena gerakannya tersebut, dan tanganku pun bisa leluasa untuk memegang
pantatnya.
Dia memakai celana dalam yang tipis berenda.
Pelan-pelan kumasukkan tanganku ke dalam CD-nya dari atas,
Aku berhasil memegang pantatnya, wah.. seketika aku merasakan suatu gelora
dalam diriku, sepertinya aku sendiri mulai terserang rangsangan yang sangat
kuat.
Aku pijat-pijat pantatnya, sementara kami masih saling
berpagut, dia sendiri terlihat sangat menikmati pijatan tanganku pada
pantatnya.
Lalu aku mulai menaikkan tanganku, berusaha untuk membuka
dasternya.
Tanpa hambatan, aku berhasil menaikkan dasternya sampai ke
bagian leher, kudorong dia pelan-pelan ke belakang, dia berusaha untuk tetap
memelukku.
Aku berbisik padanya, “Ki.. tolong kamu mundur sebentar, aku
tolong kamu nglepasin dastermu.”
Dia mengangguk pelan, lalu kubuka dasternya.
Kulihat tubuhnya yang mulus hanya ditutupi BH dan CD saja.
“Ki.. gimana kalo semuanya aku buka…?” tanyaku.
Ternyata ia mengangguk mengiyakan, “Silakan Mas…”
Kubuka pelan-pelan BH-nya sambil kubelai dua bukit di
dadanya dengan lembut.
“Ehm… Mas.., Kiki sayang sama Mas…” katanya.
Aku tidak menjawab perkataannya.
Kemudian k
udekatkan wajahku ke buah dadanya dan mulai mengulum-ngulum
pucuk bukitnya. Dia terlihat sangat menikmati perlakuanku tersebut, matanya
terlihat sayu dan sepertinya mengharap yang lebih dari sekedar dikulum pucuk
bukitnya.
Aku menengok ke arah jam dinding yang terletak di atas
pintu, jarum menunjukkan pukul 12:08 malam.
Aku sempat berpikir, sebenarnya bahaya kalau tiba-tiba Om
atau Tanteku memergoki kami yang sedang asik di sini.
Sekejap aku memutar otak, aku lalu berbisik ketelinga Kiki.
“Ki.. kita pindah ke kamarku aja yah?”
Dia tersentak mendengar bisikanku, Aku sendiri kaget,
“Apaan nih? Kok jadi medadak berubah?”
Aku rasakan ternyata Kiki sepertinya tersadar atas apa yang
sedang diperbuatnya.
Dengan terburu-buru, dia menyambar pakaiannya dan berusaha
lari menuju kamarnya.
Cepat sekali kejadian itu berlalu, aku sendiri tidak sempat
melakukan apa-apa, aku hanya melongo seperti Mandra diputus Munaroh.
Gila, pembaca tahu sendiri kan? Lagi enak-enak bercumbu,
tidak tahunya putus di tengah jalan.
Tetapi aku sendiri maklum, sebenarnya Kiki adalah anak yang
taat beribadah. Dan kuyakin yang barus saja kualami, sebenarnya dia
melakukannya di bawah sadar.
Paginya, aku bangun sekitar pukul 9:00, ternyata aku semalam
ketiduran di depan TV.
Aku ngucek-ucek mataku sambil mencari dimana kacamataku,
agak lama kucari, tetapi tidak ada.
“Mana ya?” aku bergumam pelan.
Kebetulan Tante yang berjalan melewati ruang TV menuju dapur
mendengar gumamanku.
“Cari apa Mer?” tanya Tanteku.
“Tante liat kacamata Walmer ngga?”
“Ngga tuh.. mungkin jatuh di bawah meja, coba cari lagi,”
sambil dia berjalan menuju ke arahku ingin membantu mencari.
Dicari-cari sudah lama, tetap tidak ketemu, “Yep.. nanti
dicari lagi deh Tante.. biar Walmer mandi dulu.” kataku.
“Oke lah, nanti Tante bantu lagi carinya.”
“Oke Tante..” sahutku.
Aku bergegas menuju ke kamarku, mengambil peralatan mandiku.
Kamarku terletak di sebelah kamar Kiki, sempat kulihat dari
celah kamar yang tidak tertutup semua. Kiki masih kelihatan pulas tidurnya.
Mungkin dia tidak bisa tidur setelah kejadian tadi malam. Habis mandi aku
menuju ke ruang TV lagi untuk mencari kacamataku yang masih sembunyi. Ternyata
tante sudah ada di sana sedang nonton TV.
Aku tanya ke tante, “Ketemu ngga kacamatanya Tante?”
“Ngga tuh Di.. udah tante cari dimana-mana ngga ada,
sampai-sampai sekalian Tante ngebersihin ruang ini deh.”
“Waduh… gimana nih… susah deh. Aku kan ngga bisa baca kalo
ngga pake kacamata,” pikirku, “Ya apa mau dikata, kalo lagi apes, gini deh
jadinya.”
Pukul 9:30, kulihat kamar Kiki sudah terbuka, beberapa menit
kemudian Eki (ini nama adiknya) bergabung dengan kami di ruang TV sambil membawa
nampan berisi 4 gelas teh.
Aku tanya dia, “Kok cuman empat gelasnya yu? (Jadi si eki
mempunyai panggilan rumah itu Ayu)”
“Ooo, Papa kan udah berangkat kerja Mas, jadi Ayu bikinnya
cuman 4.” jawabnya.
“Gitu ya?” sahutku.
Kami lalu berkumpul membicarakan keadaan Kota Tuban,
tiba-tiba si Ayu bertanya ke Tante.
“Ma.. kacamata yang di kamar Ayu itu punya siapa sih?”
tanyanya.
“Eit! lha ini dia nih si kacamata..
ternyata ngumpet di sana,” spontan aku menyahut, “Heh! Itu
pasti kacamataku.”
“Betul..
itu pasti kacamatanya Mas Walmer, yu!” sahut Tante, “Sana
cepet ambilin!”
Ayu lalu berdiri dan mesuk kamar untuk mengambil kacamataku.
Aku berpikir, mungkin kacamataku semalam kesangkut di
bajunya Kiki.
Sesaat kemudian Ayu kembali membawa kacamataku, aku sempat
was-was, moga-moga Tante tidak curiga kenapa kok kacamataku sampai bisa mampir
kesana.
Memang ternyata dia tidak curiga sama sekali.
Pukul 10:00, Tante pamit mau berangkat ke pasar yang tidak
terlalu jauh jaraknya dari rumahnya, si Ayu ikut, Aku ditinggal sendirian.
5 menit waktu berlalu, aku mulai bosan, terus aku menuju
teras depan ingin merokok, Di teras ternyata ada koran edisi hari itu, aku
tertarik untuk membacanya.
Kubolak-balik halamannya, tidak ada yang menarik, Bosan lagi
deh, ngelamun jadinya. Aku teringat kejadian tadi malam.
Dalam hati aku berpikir, “Sekarang di rumah cuman ada aku
berdua sama Kiki, Wuih! kalo… hehehe kalo… misalnya aku iseng gimana ya?”
Akhirnya, ternyata aku nekat juga.
Aku bangkit dari tempat dudukku, masuk ke dalam.
Sampai di depan pintu
kamarku, aku punya ide. “Mmmm harusnya pintu depan kututup ya, terus aku
pasangkan kaleng krupuk di bagian dalam, biar kalo kebuka dari luar kalengnya
kegeser dan bikin suara brisik.” pikirku.
Cepat-cepat kukembali ke ruang tamu dan melakukan rencanaku.
Setelah itu, aku
kembali lagi ke kamar, hati-hati kuintip ke dalam kamarnya Kiki, ternyata dia
masih pulas tertidur.
Aku berjingkat masuk ke kamarnya, perlahan aku duduk di
samping tidurnya, Dia tidurnya mengorok hingga aku mau tertawa waktu itu,
tetapi kutahan karena takut dia terbangun, Dengan hanya diterangi lampu baca
(kamarnya tidak ada jendelanya), kupandangi wajahnya lama, 5 menit lebih
kupandangi dia, semakin lama semakin manis.
“Gila ya, dengan adik sepupu kok seperti itu?” tapi pikirku,
“Biarin aja lah, iseng-iseng berhadiah.”
Kemudian aku mulai mencoba membelai rambutnya, pelan tetapi
pasti. Dia tidak bereaksi, dia tidurnya brukut (memakai selimutnya sampai
menutupi leher). Aku berusaha membuka selimutnya perlahan, kutarik ke bawah dan
dia tetap tidak bereaksi. Kumasukkan tanganku ke dalam selimutnya sambil
berusaha mencari payudaranya. Dengan tanpa kesulitan, tanganku sudah memegang
payudaranya, tetapi masih terhalang dasternya.
“Eit… nanti dulu… ternyata dia ngga pake BH! Berarti semalam
dia ngga pake BH-nya lagi dong, wah asik nih…” pikirku.
Lalu kumasukkan tanganku melalui lubang di antara kancing
dasternya. Tidak susah juga, tanganku sudah memegang daging empuk dengan
tonjolan di puncaknya.
Kiki menggeliat, agak keras menggeliatnya, dia terbangun.
“Mampus gua,” pikirku.
Dia melotot sambil teriak, “Lepasin dong Mas… apa-apaan nih
Mas?”
Aku gelagapan berusaha mencari alasan, “Ki… kamu ngga inget
semalem ya?”
“Lupain aja Mas! Kiki ngga mau lagi, ngga boleh, entar dosa
Mas!”
“Tapi Kiki semalem udah ngelakuin dosa lho… kenapa ngga
sekalian aja?” rayuku.
Kali ini dia benar-benar marah. Kiki teriak-teriak
menyuruhku keluar dari kamarnya. Aku turut saja, untung letak rumahnya
berjauhan dengan tetangga, jadi aku tidak takut teriakannya terdengar
tetangganya.
Wah… gagal nih ceritanya.., aku akhirnya hanya meraba-taba
batang kemaluanku yang menganggur karena tidak jadi dipakai. Aku duduk di ruang
TV lagi. Melihat acara tarian Bangkok, lumayan lah buat obat, melihat penyanyi
Thailand yang cantik-cantik. Sebentar kemudian kiki keluar dari kamarnya, dia
menuju ke arahku. Aku berusaha tidak peduli, dia lalu duduk di dekatku.
Katanya, “Mas maapin kiki ya? kiki udah bentak-bentak Mas…”
“Ngga papa Ki.., Mas yang salah.” balasku.
“Sebenarnya Kiki sayang sama Mas, tapi kita kan masih
bersaudara, apalagi nanti kalo ketahuan ama Papa-Mama kan bisa berabe Mas!”
jelasnya.
“Ya sudah.. lupain aja Ki, toh kamu masih muda. Nanti juga
pasti ada cowok lain yang lebih pantas buat kamu.” lanjutku.
“Iya Mas, Mas… Kiki mau ngasih sesuatu buat Mas.”
“Apa Ki?” tanyaku.
“Liat sini deh Mas..” (dia mulai tidak kaku lagi)
Aku menoleh ke arahnya, tiba-tiba dia mendekatkan bibirnya
ke arah bibirku.
“Mmpphh…”
“Plas!” jantungku spontan berdegup keras, “Kok tau-tau nyium
sih?” pikirku, tetapi kunikmati saja, enak sih.
Pertamanya dia hanya mau mengecup saja, tetapi kulingkarkan
tanganku di lehernya, dan kudekap dia. Dengan lembut kukecup bibirnya, dia
tidak berontak ternyata, aku pererat dekapanku, dada kami sudah saling
menempel. Aku merasakan kalau dia masih belum memakai BH-nya. Dengan perlahan
kubelai punggungnya, dasternya yang terbuat dari sutera terasa halus sekali,
sensasinya justru membuatku jadi semakin ON saja. Coba saja pasangan anda
disuruh pakai lingerie yang bahannya sutera, ditanggung kalau diraba pasti enak
sekali. Lama kami berciuman dengan posisi itu, akhirnya capai juga aku. Kulepas
pelukanku dan mengakhiri ciuman.
Aku berkata pada Kiki, “Sini Ki… Mas pangku..”
“Ngga ah Mas… nanti kayak tadi malem deh jadinya…!”
“Percaya deh sama Mas… ngga sampe ngelakuin yang ngga-ngga
kok, okey?”
Dia akhirnya mengalah, mungkin dia masih ada rasa ingin
juga, dia juga tahu kalau sekarang kami hanya berdua saja di rumah, So? Why
not?. Dia duduk di pangkuanku menghadap TV, tanganku bergerak dengan bebas di
dadanya.
Kuraba dadanya sambil berkata, “Ki..Kiki ngga marah-marah
lagi nih?”
“Biarin lah Mas.. udah terlanjur nih, tapi janji ya jangan
kebablasen…” pintanya.
“Okey Ki!”
Dari belakang, sambil tanganku membelai payudaranya, kulihat
dia memejamkan matanya menikmati belaian tanganku. Tanganku meraba payudaranya
dengan hati-hati, penuh perasaan aku membelainya, aku sendiri memejamkan mataku
jadinya. Pelan tapi pasti, tanganku bergerak turun menuju perutnya. Agak dekat
dengan V-nya kugunakan kuku jariku yang agak panjang untuk membangkitkan
rangsangan di perutnya. Kulirik dia, terlihat dia menahan perutnya dengan
membuat kaku daerah itu.
Dia menikmati perbuatanku, perlahan dasternya kutarik ke
atas, dia diam saja, ujung dasternya sudah sampai ke pahanya. Sedikit lagi
pasti aku bisa meraih celana dalamnya. Akhirnya sampai juga, CD-nya sudah tidak
tertutup lagi, sekilas kulihat bercak basah di ujung V-nya. Tanpa berpikir
lama, kupindahkan tanganku ke sana, tanganku merasakan memang di daerah itu
sudah basah. Kusimpulkan pasti dia sudah terangsang berat. Lalu kuselipkan
tanganku ke dalam CD-nya, tetapi dia kali ini menahan tanganku supaya tidak
masuk ke sana. Aku urungkan niatku untuk itu, tanganku hanya menggosok-gosok
dari luar saja. Kemudian terlihat dia mengeluarkan lenguhan dan badannya
menegang, seperti menahan sesuatu. Orgasme rupanya. Lalu badannya melemas
lunglai di pelukanku.
Tanganku yang masih berada di selangkangannya merasakan
kalau CD-nya bertambah basah. Kemudian Kiki memandangiku. Lama kami
berpandangan.
Kiki kemudian bicara, “Mas, kita lakukan yuk. Kiki udah ngga
tahan…”
Wah, benar-benar kejutan..! Kiki tiba-tiba berubah pikiran.
Hal ini tidak akan kusia-siakan. Tanpa bicara lagi, langsung kucium dan kuremas
dadanya yang masih tertutup daster. Kiki melenguh keenakan karena remasan itu.
Kemudian aku melepas remasannya. Kupandangi dadanya di balik dasternya,
kupandangi seluruh tubuhnya, kulitnya yang sawo matang. Kemudian aku melepas
dasternya karena akan merepotkan saja.
Kini ia polos tanpa satu benang pun menutupi tubuhnya.
Kemudian aku membopongnya ke kamar tidurku dan kubaringkan ia di tempat tidur,
lalu kuciumi seluruh tubuhnya. Tubuh Kiki bergetar hebat, menandakan bahwa dia
baru pertama kali ini melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya. Kemudian
aku mencium dan menjilat bagian perutnya dan mulai ke bawah dan mulai meraba
serta membuka kedua pahanya degan kedua tanganku. Tangan kananku membuka
belahan vaginanya sedangkan seluruh bagian mulutku mulai mengolah bibir-bibir
vaginanya. Tangan kiriku masih meremas buah dadanya yang sebelah kanan. Aku
merasakan adanya cairan yang mulai membasahi permukaan bibir vaginanya. Aku
terus menyedot dan menggigit-gigit perlahan labia mayoranya dengan asyik,
sedangkan tangan kiriku sekarang meraba-raba klitorisnya dengan cairan pelumas
dari lubangnya.
Asyik sekali, karena terlalu keasyikannya, secara tidak sadar,
ada dua tangan menjambak rambutku, aku tidak menghentikan aktivitasku. Mulanya
kupikir hanya gerakan kenikmatan yang diterimanya secara erotis. Eh, kok tambah
lama terasa ada goyangan perlahan di bagian selangkangannya. Begitu pula tanpa
kusadari, ada suara-suara nafas tertahan dan jambakan di rambutku bukan lagi
jambakan pasif, tetapi mulai membelai dan memegang kupingku. Aku tiba-tiba
sadar. Dia benar-benar menikmatinya. Aku termanggu duduk di antara
selangkangannya dan melihat ke arah wajahnya.
“Kok.., berhenti Mas..?” suaranya berat perlahan dengan
tatapan wajah yang sayu.
“Ehh.. terusin Mas… hhh… kurang dikit lagi..!” suaranya
tertahan.
Aku masih terduduk bingung dan memandangnya dengan pandangan
bodoh. Dan yang menjengkelkan, batang kejantananku tidak berkompromi. Dia tegak
mengacung, sehingga mencuat di antara kaosku. Kepalanya tampak licin karena
cairan bening yang keluar. Sebenarnya batang kejantananku lumayan besar dan
panjang, sehingga tampak mencuat tinggi. Tiba-tiba Kiki bangun, dan duduk di
hadapanku, memandangku dengan sayu. Tiba-tiba tangannya mulai bergerak ke arah
batangku, dan memegang lama sambil tersengal-sengal sehabis melumatnya.
Kemudian memandangku perlahan dan meletakkan dirinya telentang di ranjang. Kiki
berdiri di atas tempat tidur dan berjongkok di depanku. Kemudian dia membuka
kedua pahanya dan mengangkat lututnya ke atas sehingga lubangnya terlihat.
Ia meraba permukaan vaginanya sambil perlahan memandangku
dan berkata, “Ayo Mas… masukin..!”
Aku seperti tersihir, antara bingung dan nafsu, menggerakkan
diri untuk berlutut di antara kedua pahanya dan memegang kepala batangku yang
licin terkena ludahnya dan mengarahkannya ke lubang merah mengkilat itu.
Sejenak aku lupa bahwa dia masih belasan tahun, yang kurasakan secara reflek
setelah dikenyot habis-habisan olehnya, ialah bahwa ia sudah tidak perawan
lagi.
Dan, “Ssleeeppp..” ketat tetapi tidak begitu menjepit dan
tanpa hambatan sama sekali (benar dugaanku). Aku menusukkan seluruh panjang
batangku ke dalam lubang itu, dan hebatnya seluruh panjangnya batang
kejantananku itu masuk total ke dalamnya serta membiarkannya sejenak merasakan
denyutan hangatnya. Kiki melenguh agak keras. Aku khawatir juga karena dia akan
merasakan sakit di bagian dalam vaginanya. Tetapi karena malaikat nafsu lebih
berkuasa, ya sudah aku santai saja dan mulai menarik batangku itu dari dalam
lubangnya dan memasukkannya lagi seluruhnya.
Entah karena apa, aku tidak begitu merasakan rasa nikmat
yang cepat naik. Memang terasa basah, licin dan enak tetapi, ya lebih karena
ini memang sedang bersetubuh. Aku mulai berpraktek dengan berbagai macam cara
menusuk dan arah tusukan ke dalam lubang vaginanya. Yang mulai mencemaskanku, Kiki
sama sekali tidak berusaha menahan suaranya. Ia mulai melenguh dan mengerang
keras-keras ketika aku mulai mempercepat gerakanku. Aku antara cemas dan mulai
nikmat, tidak peduli lagi. Lagi pula suaranya mulai merangsangku dan ini membuatku
menusuk-nusuk dengan gerakan yang cepat dan keras.
“Aaahhh… aayooo Mass… aaduhh… cepat Masss..!” pintanya
dengan nafsu.
Dia mengangkat kedua tangannya ke atas kepalanya. Bunyi
beradunya kemaluan kami mulai terdengar keras, berkecepak-kecepak dan aku mulai
merasakan lereng gunung telah kucapai. Tinggal mendaki cepat dan sampai di
puncak.
Tiba-tiba Kiki menghentikan gerakanku, dan menutup kedua
pahanya sehingga terasa ada jepitan yang luar biasa di sekujur batangku.
Kemudian dia memandangku sayu. Aku tahu apa yang dimaksudkannya dan mulai
menggenjot lagi. Aku menjepitkan kedua betisnya di antara leherku dan bertumpu
pada kedua tangan, sedang aku membentuk busur dengan tubuhku, merapatkan kedua
pahaku sehingga terasa batangku membesar dan mulai menusuk-nusuknya cepat.
“Aaahhh… sss…” terdengar bunyi-bunyian antara suaranya yang
merangsang dan bunyi kecepakan kemaluan kami yang beradu, sedangkan aku sendiri
mengeluarkan suara helaan nafas yang cepat.
Beberapa menit kemudian, aku merasakan aliran yang semakin
cepat memenuhi pinggul dan seluruh tubuhku. Keringatku telah mengucur deras.
Dan, “Kiiii… Kikiii… aaadduuhhh… ssss… Kiii..!” spermaku
menyemprot deras ke arah perutnya. Aku mengerang keras dan terus mengocok
batang kemaluanku. Kemudian tanganku yang mulai begerak ke arah vaginanya
segera menusuk-nusukannya. Lama aku terus menusuk-nusuk lubangnya karena rasa
nikmatnya terus mengalir hingga tidak berapa lama kemudian Kiki berkata,
“Masss… aaa… Maass… ssshhh… aaddduuhh..!”
Kiki menaikkan pelvisnya dan menerima tusukan-tusukan
terakhirku dengan denyutan dinding vagina yang terasa cepat dan kenyal. Aku
menindih tubuhnya yang kecil dan merasakan detak jantung yang cepat di dadanya
dan dengusan nafas hangat di ubun-ubunku. Jariku masih menancap dalam di dalam
vaginanya dan merasakan denyutan yang tidak kunjung reda.
Kemudian aku tergeletak di sampingnya, aku berkata kepada Kiki,
“Ki… kamu sekarang mandi saja ya..? Kayaknya kamu bau deh…”
“Sialan… iya deh, Kiki mandi, makasih ya Mas… Kiki udah
dikasih pelajaran sama Mas.”
“Sama-sama Ki..”
Aku tidak merasa menyesal karena tidak dapat seperti yang
kubayangkan (gadis yang benar-benar perawan). Yah, lumayanlah bisa meraba-raba
kan? Kiki lalu berdiri hendak menuju ke kamar mandi, sebelum dia pergi dia
menoleh ke arahku lalu menunduk dan menciumku sebentar. Aku belaikan tanganku
ke dadanya dan V-nya. Dia tersenyum memandangku, lalu bergegas menuju kamar
mandi. Saat dia menutup kamar mandi, aku sempat dengar langkah kaki berlari
menjauh dari arah pintu ruang tamu. Aku cepat-cepat menuju ruang tamu ingin
mengetahui siapa yang baru saja dari sana. Sempat kulihat warna bajunya, biru
seperti yang dipakai Ayu. “Mungkinkah..?” batinku.
Aku kembali ke ruang TV, sambil menebak-nebak, “Apa iya..
tadi itu si Ayu, terus kalau benar, berarti dia tahu dong kita lagi ngapain..?
Waduh, terlalu serius sih tadi… jadinya begini deh.”
Kurang lebih 20 menit, Tante dan Ayu datang dari pasar,
Tante katanya mau masak Sop buntut dan membuat Rujak cingur. Siang jam 12:30, Kiki
mengajakku untuk makan. Saat makan, Ayu kelihatan agak canggung melihatku,
pikiranku lalu menghubungkan dengan peristiwa yang tadi kualami.
“Berarti tadi memang benar Ayu..” pikirku.
Kami tidak bicara banyak saat di meja makan. Akhirnya sore
pun tiba, Omku sudah datang sejak jam 3:00 tadi. Aku lewatkan seharian dengan
bermain playstation dengan Kiki, sedangkan Ayu dari tadi berada di dalam
kamarnya. Tidak tahu sedang berbuat apa dia, betah-betahnya di dalam kamar
terus. Tante sendiri ke rumah tetangga untuk membantu masak, kebetulan tetangga
ada yang sedang punya hajat.
Jam 8:00 malam, aku membaca-baca majalah di ruang tamu. Kiki
dan Ayu di ruang TV sedang nonton HBO, tidak tahu apa film-nya. Tante sudah
tidur di kamar belakang, lelah sehabis membantu tetangga. Si Om malam ini
mendapat tugas jaga malam. Jam 9:00, Kiki ke ruang tamu, dia bicara padaku
kalau mau tidur duluan, Ayu masih mau
nonton TV menunggu opera sabun kegemarannya di HBO kata Kiki. Kiki suruh aku
menemani Ayu di ruang TV, soalnya si Ayu anaknya sedikit penakut katanya. Jadi
aku pindah ke ruang TV, kubawa majalah yang sedang kubaca. Aku rebahkan badanku
di sofa panjang di depan TV. Ayu sendiri duduk di kursi favoritnya, tanpa
sekali pun menengok ke arahku. Aku teruskan baca artikel yang sempat terputus
tadi, sambil sekali-sekali aku melihat ke arah televisi. Aku lihat ke arah jam
tanganku, ternyata sudah jam 11:13.
Aku berkata kepada Ayu, “yu.. kamu ngga ngantuk?”
Dia tidak menjawab, kuulangi lagi dua kali baru dia
menjawab, “Belum ngantuk kok Mas, lagian film-nya barusan mulai nih.”
“Oke.. kalau gitu Mas pergi tidur dulu ya..?”
“Ntar dulu dong Mas, tunggu film-nya abis… kan Ayu takut
nonton sendirian, film-nya agak horor nih!” pintanya.
“Sofanya dibuka aja… jadiin tempat tidur, Mas tidur di situ
aja.” katanya lagi.
“Emang bisa yu..? Oke deh Mas coba.”
Aku coba deh usul Ayu, dan aku akhirnya tidur di sofa yang
sudah diubah menjadi tempat tidur itu. Tidak tahu berapa lama aku tertidur di
situ, tiba-tiba aku terbangun merasakan tanganku ada yang memegang. Aku buka
mataku sedikit-sedikit, terlihat olehku Ayu memegang tanganku,
digosok-gosokkannya tanganku ke selangkangannya. Terasa olehku bulu-bulu halus
di ujung jariku. Kulirik mukanya, dia mendesah amat pelan. Wajahnya menghadap
ke arah televisi, aku jadi curiga, jangan-jangan?
Aku lalu mencoba melihat ke layar televisi, ternyata di sana
terlihat film-nya sudah bukan HBO lagi. Kesimpulanku, si Ayu ternyata suka
nonton sampai malam berarti hanya untuk menyetel VCD porno. Wow! berarti
kakaknya kalah dong sama adiknya. Perlu diketahui, jarak umur antara Kiki
dengan Ayu hanya 1 tahun lebih sedikit, apalagi Ayu anaknya agak bongsor,
tingginya sepundakku, tidak begitu gemuk tetapi cukup berisi. Singkat kata, aku
beruntung kali ini, karena mendapat daun muda nih. Perlahan, tanganku yang
masih bebas berusaha melorotkan celana dalamku ke bawah. Sementara Ayu masih
asyik dengan kegiatannya yang semakin lama semakin menjadi, dia seperti
terobsesi dengan film dari VCD tersebut. Lenguhannya kadang-kadang terdengar
keras.
Lalu perlahan-lahan tanganku yang dia pegang kutarik ke arah
kemaluanku. Setelah dekat, tanganku yang satunya dengan cepat kurangkulkan ke
pinggangnya dan menariknya ke atas tubuhku. Dia kaget sekali, hampir dia
berontak, tetapi selanjutnya dia justru memegang batang kejantananku dan mulai
mengocok-ngocok dengan lembut. Aku pun lalu mengimbanginya, kuubah posisiku
agar lebih enak dengan bersandar ke belakang, ke sandaran sofa. Dia menoleh ke
arahku, terlihat wajahnya yang khas ABG, mengingatkanku kepada cewek-cewek yang
suka nongkrong di mall-mall. Posisi tubuh kami akhirnya saling berhadapan, dia
menggesekkan tubuhnya naik turun. Payudaranya ditempelkan ke dadaku. Nafasnya
terdengar keras, khas orang yang sedang terangsang berat, “Sshhhsshhsshhss…”
seperti itu deh kalau tidak salah.
T-shirtnya yang gombrong mulai basah terkena keringatnya,
memang malam itu udara terasa sangat panas, aku sendiri juga merasa kepanasan.
Aku peluk dia, tanganku kutelusupkan ke dalam t-shirtnya dari belakang,
sedangkan bibirku tidak tinggal diam begitu saja, kucium belakang kupingnya
dengan pelan, kuhembuskan nafas secara perlahan ke daun telinganya. Terasa
olehku Ayu semakin menggila, terasa dari gerakan tubuhnya yang turun naik
dengan cepat, digesekkannya dadanya ke dadaku, juga selangkangannya dia
gesek-gesekkan ke kemaluanku dengan bernafsu. Tanganku yang berada di
punggungnya, akhirnya kugeser ke pantatnya, dari atas punggung kugerakkan ke
bawah, masuk ke celananya sebelum sampai ke pantat. Kuputar ke samping dengan
agak cepat, lalu kuteruskan ke pinggang mencari celana dalamnya, kuraba dari
luar celana dalamnya, pantatnya yang empuk kuremas dengan gemas. Aku
menyesuaikan dengan irama gerakannya yang maju mundur. Kontan dia makin
menggila, tangannya naik ke atas, rambutnya menyuguhkan gerakan yang erotis
sekali. Dia berusaha menanggalkan t-shirtnya.
Setelah t-shirtnya lepas, dia pegang kepalaku, menariknya ke
arahnya dan melumat bibirku dengan sangat bernafsu. Ayu tidak memakai BH,
payudaranya yang berukuran lumayan besar terlihat mengkilat karena basah oleh
keringat. Aku menjilat-jilat payudaranya, kukulum putingnya yang kecil dan
tidak begitu menonjol.
Dia berteriak pelan, “Mas..!”
Aku lalu berpindah ke bibirnya yang mungil, kulumat dengan
bernafsu bibirnya itu. Dia mendesah keenakan, akhirnya dia tidak tahan lagi.
“Ayo Mas, kayak yang di VCD itu lho Mas…” pintanya.
Kujawab, “Yang gimana Ayu..?”
“Cepetan dong Mas… Ayu udah ngga tahan nih..”
“Emang Ayu udah pernah..?”
“Belum Mas… makanya Ayu pengen coba, cepetan dong Mas…”
Kami lalu berdiri berhadapan, aku melepas pakaian yang
melekat di tubuhku, dia begitu juga melepas semua pakaian di tubuhnya. Dengan
bernafsu dia pegang batang kemaluanku untuk dikocok-kocok, sensasinya, wuah!
Tidak tergambarkan. Dipegang oleh anak baru umur 18 tahun! Lalu sebentar
kemudian, dia melepas batang kemaluanku dan membalikkan tubuhnya, berpegangan
pada lemari buku. Posisinya sekarang agak menungging membelakangiku, pantatnya
yang belum begitu besar terlihat kenyal. Dari belakang, aku melihat kemaluannya
sudah merekah, ada daging yang keluar dari kemaluannya, entah apa itu namanya.
Mungkin itu kli yang dinamakan clitoris. Tetapi pemandangan itu menjadikan
batang kejantananku menjadi berdenyut-denyut ingin merasakannya.
Kudekati dia, kugesek-gesekkan kepala senjataku ke daging
yang menyembul keluar itu. Tangan Ayu dengan tergesa-gesa menarik batang
kejantananku untuk segera dimasukkan ke dalam liang kemaluannya. Terasa agak
sulit untuk memasukinya, kutusukkan dengan keras karena aku sudah sangat
bernafsu. Aku melihat ke arah wajahnya. Pandangannya ternyata ke arah layar
televisi, sambil sesekali bibirnya mengeluarkan desahan-desahan merangsang.
“Gila!” pikirku, “Dia ternyata maniak sama VCD porno.”
Aku tingkatkan kecepatanku dalam menggoyang. Lama-lama aku
merasa pinggangku capek, dan aku coba mengarahkan dia untuk mengganti posisi
classic, aku tiduran dan dia yang di atasku. Dia menurut. Sambil memegang
pantatnya, aku tiduran dan menikmati goyangannya. Badannya terlihat mungil bila
dibandingkan dengan tubuhku, suara desahannya terdengar melengking lirih di
telingaku.
Pada puncak kenikmatannya, dia melengkungkan tubuhnya ke
belakang, tangannya menahan berat badan tubuhnya dengan gemetar. Rasa hangat yang
terasa oleh batang kejantananku menjadi bertambah seiring dengan tercapainya
puncak kenikmatannya. Sedangkan aku sendiri belum merasakan puncak. Ayu merangkulku
dengan lemas. Setelah itu, dia berbisik ke kupingku.
“Makasih ya Mas, Mas telah memberi Ayu melebihi dari mbak Kiki…”
“Jreng! Terkuaklah kebenaran peristiwa siang tadi, ternyata
memang benar. Ayu telah melihatku bermesraan dengan kakaknya.” daliam hatiku.
“Loh, jadi tadi Ayu ngelihat Mas Walmer gituan sama mbak Kiki
to?”
“Heeh Mas… Ayu kepingin, lagian Ayu sering ngeliat di VCD.
Kayaknya enak banget deh Mas… dan ternyata memang bener.”
“Oke deh, tapi Mas Walmer belom sampai puncak nih.. gimana
dong? Kan kasihan Ayu udah capek.”
“Begini aja Mas… dari tadi siang emang Kiki udah
merencanakan ini, gini rencana Ayu, tadi waktu Ayu ngeliat Mas sama Mbak Kiki
gituan, sebenarnya Ayu mo ngambil Dompet Mama yang ketinggalan. Trus Ayu punya
rencana, Ayu beli CTM (obat tidur) buat dikasih ke minuman Mama ama Mbak Kiki,
nah.. tadi Mbak Kiki sama Mama udah minum obatnya (dicampur sama teh)
masing-masing 3 butir.. hehehe.”
“Terus gimana dong?” sahutku.
“Sekarang Mbak Kiki kan pasti pules banget tidurnya,
diapa-apain pasti ngga bangun deh. Kan tempat tidur sebelahnya lagi kosong…”
“Heh!” aku spontan tahu apa yang dimaksudkannya, “Sip deh!
Oke Ayu! Sekarang kita pindah aja ke kamarmu…”
“Ayo..!”
Kemudian kami berdua berdiri dan menuju ke arah kamar Kiki.
Memang benar Kiki tertidur lelap. Hanya iseng saja, aku membuka dasternya dan
menyentuh kewanitaannya Kiki dan memasukkan jari telunjuk dan tengah. Ternyata
memang tidak bangun! Hanya saja dia mengeluarkan sedikit lenguhan-lenguhan
nikmat yang dia rasakan. Kemudian aku mulai memainkan vaginanya sampai basah.
Tetap saja Kiki tidak bangun sama sekali.
“Mas, udah dong. Kok malah Mbak Kiki yang dimaenin. Giliran Ayu
dooong…” keluh Ayu karena sudah terbalut nafsu yang tinggi.
Padahal tadi sudah puas. Lagipula aku juga sudah bernafsu
karena tadi dalam permainan pertama belum selesai.
Kemudian aku melepaskan jilatan pada vagina Kiki dan
berpaling ke Ayu yng sudah mulai memuncak nafsunya. Kemudian aku mulai naik ke
atas ranjang dan menidurkan Ayu. Secara intense, kami pun mulai pagutan. Tetapi
ketika kami berciuman, beda sekali dengan yang pertama. Seperti disirap, kucium
pipinya, mulutnya, berhenti lama di situ. Mulut kami berpagut seperti memecah
ribuan rindu. Lidah kami bermain di sana. Tidak lama kemudian, kuturunkan
lidahku ke arah lehernya, dia menggelinjang, matanya terpejam, tangannya
bergidik seperti menahan gelombang perasaannya sendiri. Ketika putingnya
kuraba, dia mulai melenguh. Dengan gerakan halus, aku mulai meremas-remas
sehingga Ayu merasa keenakan. Sementara bibirku sudah beralih, tidak lagi di
bibirnya tetapi sudah menjilati telinga, dan lehernya.
Karena buah dadanya sudah terbuka, mulutku pun bergeser ke
puting susunya yang sudah menegang. Ketika kumainkan dengan lidahku,
lenguhannya semakin panjang. Tangan kananku pindah ke arah vaginanya dan mulai
meremasnya. Sambil memainkan klitorisnya, aku terus menjilati kedua
payudaranya. Ketika aku merasakan kemaluannya sudah sangat basah, aku mulai
bernafsu untuk melakukan foreplay yang lebih lama. Tidak lama kemudian, mulutku
menjilat ke arah perut, pinggang dan sasaran terakhir adalah klitorisnya yang
merah. Karena tidak tahan, Ayu berontak dan ingin merubah posisi.
“Ayu, duduk di depan mukaku…” pintaku sambil menolongnya
berpindah posisi.
Dia pun kemudian duduk dan menempatkan liang kenikmatannya
tepat di wajahku. Lidah dan mulutku kembali memberikan kenikmatan baginya.
Responnya mengejutnya.
“Aughhh…” setengah berteriak dan kedua tangannya meremas
buah dadanya. Kuhisap dan kujilati terus, semakin basah liang kenikmatannya.
Tiba-tiba Ayu berteriak, keras sekali, “Aahhh… ahhh,”
matanya terpejam dan pinggulnya bergerak-gerak di wajahku.
“Aku.. keluar,” sambil terus menggoyangkan pinggulnya dan
tubuhnya seperti tersentak-sentak.
Mungkin inilah orgasme wanita yang paling jelas kulihat. Dan
tiba-tiba, keluar cairan membanjir dari liang kenikmatannya. Ini bisa kurasakan
dengan jelas, karena mulutku masih menciumi dan menjilatinya.
“Aduh… Mass.. enak banget. Lemes deh.” katanya. Dia terkulai
menindihku.
“Enak?”, tanyaku.
“Enak banget, kamu pinter yah. Ngga pernah lho aku klimaks
kayak tadi.”
“Akh, yang bener..? Kamu kan tadi udah ngerasain.” kataku
mengingatkan pada permainan pertama kami.”
“Tapi, uuhh… lebih enak yang ini..”
Ternyata Ayu masih menikmati sisa-sisa klimaksnya. Tetapi
karena belum puas, langsung saja kujilat kembali liang kemaluannya. Semakin
lama semakin asyik dan sangat enak, dan dia pun merintih-rintih kecil.
“Mass… nakal ahhh… kok… akkhh… dimaenin lagi… ouuchh…
siiich… uwuuhh ooo… sstt akhs… akhs… akhs… ooohhh aahh… sstth,” sambil tubuhnya
agak bergerak tidak karuan, mungkin jilatanku tidak seberapa tetapi kulihat dia
sedang keasyikan menikmati jilatanku.
Lalu dia berdiri dan menarik tubuhku ke lantai. Di situ kami
berciuman lagi, entah kenapa aku merasakan sesuatu yang hangat di sekitar liang
kemaluannya, kuingin batang kemaluanku dimasukkannya ke lubang kemaluannya.
Soalnya aku masih ragu. Walaupun tadi sih berani. Tetapi takut si Kiki bangun.
Kemudian aku memberanikan untuk bicara.
“Ayu, aku masukin lagi yaaa… Tadi kan belum puass…”
Ayu tidak menjawab. Dia hanya merintih keenakan. Karena
malas bermain sambil berdiri, aku mendorong Ayu hingga tertindih oleh badanku. Ayu
mengerang keras karena vagina tertindih oleh adikku yang sudah menegang tinggi.
Kemudian mulai lagi kugerakkan tanganku mencakar halus pinggangnya sampai ke
payudaranya. Ayu meremas kedua tanganku, menahan geli yang ditimbulkannya.
“Ssshh… ssshhh!” Ayu mendesis berkali-kali menahan
kenikmatan itu.
Kembali aku memainkan klitorisnya dengan tanganku, sementara
kujilati kedua pahanya.
“Aaahhh… ssshhh,” Ayu mengerang lirih.
Aku menikmati aroma kewanitaannya yang semerbak bersamaan
keluarnya cairan dari liang kemaluannya. Kubenamkan wajahku ke liang
kemaluannya sambil menjilati bibir kemaluannya. Klitorisnya yang berwarna merah
jambu kukulum sambil kumainkan dengan lidahku. Tubuh Ayu menggelinjang
bergetar.
“Uuuhffsss… aaahhh!” Ayu menjerit menahan kenikmatan sambil
tangannya menggenggam tepi ranjang.
Kurasakan cairan kemaluannya deras mengalir dan kuhisap
dengan penuh kepuasan.
“Masss… masukin sekarang.. aku ngga tahan nih..” Ayu lirih
memohonku untuk segera memasuki tubuhnya.
Aku segera menempatkan tubuhku di atas tubuhnya yang
ramping, seksi serta kencang itu. Berdesir darahku melihat Ayu terbaring polos
telanjang. Ini bukan kesekian kalinya aku mengaguminya. Badan Ayu kurus tetapi
kencang dan atletis seperti pelari sprinter tetapi untungnya tidak sampai
berotot.
“Maass… cepat doong… aakkhh.. ngga tahan nih…”
“Ok, tenang aja..”
Sejenak sempat kudengar Ayu mendesis saat meraih kemaluanku.
“Uuu… besar dan kuat..” ujarnya setengah berbisik seperti
berbicara pada dirinya sendiri.
Begitu ujung kepala batang kejantananku menempel di bibir
kewanitaannya, kurasakan getaran listrik yang mulai menjalar di seluruh
tubuhku. Lalu perlahan kudorongkan ke dalam liang kemaluannya.
“Uuhhss… yess, Masss… uuuffssh,” Ayu mengerang sambil
mendongakkan kepalanya.
Dengan satu dorongan berikutnya, batang kemaluanku sudah
masuk secara penuh ke dalam liang kenikmatan Ayu yang hangat dan tebal. Ayu mengalungkan
kedua tangannya di leherku dan kedua kakinya melingkar di pinggangku.
Aku mulai gerakan memompa liang kemaluannya.
“Yess… ufff Maas…” Ayu menjerit halus sambil memejamkan
matanya.
Gerakanku semakin lama semakin cepat dengan tekanan yang
semakin kuat menerobos kedalaman liang kemaluan Ayu yang merespon dengan
berdenyut-denyut seperti memijit batang kemaluanku.
Tiba-tiba Ayu membuka matanya dan berbisik lirih, “Mas ganti
posisi… aku mau nih keluar nih..”
Kami segera ganti posisi, badan Ayu membalik dalam posisi
menungging (doggy style). Katanya dia biasa orgasme dalam posisi ini.
Aku menuruti permintaan Ayu yang jelas dalam posisi ini aku
jadi bisa melihat postur Ayu lebih lengkap. Biarpun Ayu ramping, tetapi dia
memiliki pantat yang padat dan berisi sehingga dengan pinggangnya yang ramping
makin membuat pantatnya montok. Aku segera mengarahkan batang kemaluanku
kembali, kali ini penetrasi dari belakang.
“Srrrt…” makin lancar penetrasiku kali ini soalnya bagian
luar liang kemaluan Ayu makin basah.
Ayu menggenggam pegangan ranjang degan kedua tangannya. Aku
menciumi lehernya dari belakang sambil kadang-kadang menggigit pundaknya.
Ternyata Ayu sangat aktif dalam posisi ini. Dia semakin aktif bergerak, selain
mengikuti gerakan maju mundurku, pinggulnya pun bergoyang mengocok batang
kemaluanku.
“Ayu … pinggul kamu hebat banget,” aku berbisik
terengah-engah.
Ayu menjawabnya dengan erangan-erangan, dia menoleh kepadaku
sambil menggigit bibir bawahnya. Terlihat peluh membasahi wajahnya yang makin
memerah.
Sesaat kemudian dia berbisik kepadaku, “Ouuchhh.. sayang…
lebih cepat!” suaranya diikuti deru nafas yang memburu. Rupanya dia sudah
semakin mendekati klimaks.
Aku pun meresponnya dengan gerakan yang lebih cepat dan
keras. Kutusukkan batang kemaluanku makin dalam ke liang kemaluannya seiring
perasaan klimaks yang sudah di ambang.
“Aaahhh Uuuh Sssh… teruuus Mas… ahhh…” Ayu menjerit sambil
bergerak makin liar sampai ranjangnya berderik-derik.
Kuteruskan gerakanku dengan mengerahkan sekuat tenaga
mengimbangi gerakan liar Ayu.
Kiki masih tidur ketika Ayu tiba-tiba menjerit, “Aaah…
uuhhhfffssshhh… Masss…” kepalanya mendongak, tubuhnya bergetar hebat dan
kurasakan semburan hangat dari liang kewanitaannya merembes sampai ke buah
kemaluanku.
Aku pun melepaskan jutaan spermaku menyemprot kencang
memenuhi karet kondom yang kupakai.
“Uuu… yess…” Ayu mengakhiri gelombang kenikmatan dan
mengerang sambil menikmati sisa-sisa orgasmenya.
“Ouuhhh.. Masss, kamu hebat sekali… aahh…”
Mungkin bisa dibilang ini adalah permainan terbaikku
dibandingkan dengan Kiki. Kemudian kami pun sempat tertidur berpelukan di kamar
Kiki.
Jam 5 pagi Ayu balik ke kamarnya dan aku pun tidur di
kamarku sendiri. Pukul 10:00, aku bangun dan mempersiapkan diri untuk kembali
pulang ke kotaku. Aku diantar Om ke terminal bus, aku tidak sempat pamit dengan
Kiki dan Ayu karena mereka belum bangun. Ayu kelelahan karena habis bertempur
denganku sepanjang malam, sedang Kiki masih terpengaruh CTM. Tante sendiri
belum bangun juga. Si Ayu memang gila seks. Hari itu hari Kamis, jadwalku
adalah harus berobat ke dokter spesialisku. Tetapi sial, di jalan perutku
terasa sakit, sepertinya diare. Aku terpaksa turun di jalan dan mencari
restoran terdekat untuk buang hajat. Sampai di rumahku pukul 8 malam dan itu
berarti aku tidak jadi ke dokter. Tetapi aku tetap tersenyum simpul, kalau
mengingat baru saja aku mendapatkan dua perawan ting-ting.